Random Post

Template Information

Kamis, 28 Oktober 2010

Belajar Dari Lapisan Bawah

Biasanya kita belajar dari orang yang tingkatanya lebih tinggi dari kita seperti guru, dari kiyai, dari ulama, dan pejabat atau dari pimpinan. Ini disebabkan mereka itu memiliki ilmu, informasi, keterampilan atau otoritas yang lebih tinggi atau setidak-tidaknya dianggap memiliki kelebihan-kelebihan status social yang lebih tinggi pula. Dalam masyarakat disebut pemimpin, apakah pemimpin bangsa, pemimpin kaum, pemimpin pesantren dll. Maka oleh karena itu wajarlah kalau kita belajar dari mereka. Belajar dari atas.

Tetapi yang ingin kita bicarakan sekarang adalah belajar dari bawah, maksudnya belajar dari masyarakat lapisan bawah atau yang oleh para sosiolog sering disebut masyarakat akar rumput (grassroot). Tapi apa yang perlu dipelajari dari masyarakat akar rumput ini ?, bukankah ilmu, informasi, keterampilan, otoritas dan kewibawaan biasanya dimiliki oleh kaum lapisan atas ?, lalu apa yang bisa diperoleh dari kaum lapisan bawah ?.

Akhir2 ini ada gejala dilapisan atas atau setidak-tidaknya pada sebagian dari lapisan itu sedang mengalami berbagai krisis, seperti krisis kesederhanaan, keikhlasan, ketulusan, sikap lemah lembut, kesopanan, rasa hormat terhadap pimpinan dan sayang terhadap bawahan, ketaatan beribadah, tolong menolong serta semangat rela berkorban.

Memang dari mereka masih sering terucap kata2 iman, taqwa, ikhlas, jujur, adil, tulus, tuhan, Allah dll. Ini terlihat dalam setiap pembicaraan, dalam diskusi, dalam seminar, pidato, dalam pengajian, dalam khutbah, dalam musyawarah atau dalam rapat2. Dalam acara seperti itu kata-kata itu masih terdengar dengan nyaring bahkan kadang-kadang terdengar lantang. Akan tetapi dalam kenyataannya tidak demikian, sering kali kita melihat bahwa kata-kata itu tidak terwujud dalam tindakan kesehariannya, jadi dalam realitasnya kata-kata itu lebih bersifat hiasan dan bunga-bunga kata dalam berbagai forum pertemuan.

Dalam realita yang banyak kita temukan sekarang pada lapisan atas (pimpinan) itu adalah mereka mengalami krisis atas sifat-sifat mulia itu.

Buntut dari krisis sifat-sifat mulia seperti itu adalah munculnya berbagai konflik, berebut jabatan, berebut amal usaha tanpa ada yang bersedia mengalah. Bahkan menjurus pada perpecahan. Tanpa adanya krisis sifat-sifat mulia itu, tak mungkin terjadi perebutan jabatan dalam amal usaha. Sebab bila sifat-sifat mulia masih menghiasi pribadi-pribadi warga masyarakatnya, mereka akan saling mempersilahkan lainnya untuk memegang amanat itu. Karena amanat itu sesungguhnya memang berat.

Oleh karena itu, barangkali kita perlu belajar dari masyarakat lapisan bawah, masyarakat akar rumput, dari desa-desa dan dari kampung-kampung, bagaimana memahami kata-kata itu, menghayatinya dan mewujudkannya dalam kehidupan sehari-hari.

Sebab dalam lapisan masyarakat akar rumput ini, kata2 diatas, terlihat nyata dan mewarnai kehidupan mereka.

Mereka lapisan bawah itu yang hidup secara sederhana didesa-desa, masih suka bergotong royong. Bantu membantu, saling menasehati, beramal dengan ikhlas, bersikap ramah tamah, sama ucapan dengan perbuatan dll, mereka tidak berpecah, saling rebut kekuasaan, mereka tetap bersatu.

Kita memang perlu belajar banyak kepada masyarakat lapisan bawah. Bagaimana cara hidup sederhana, cara bersikap ramah berlaku jujur sesuai dengan perbuatan, cara hidup bergotong-royong, saling tolong-menolong, cara mengamalkan ajaran agama secara benar atau cara hidup yang agamais. Mari kita belajar kepada mereka.

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda

1 komentar:

Yoi.. bener banget tu gan.. biar tar jadi nya kagak kaya bang gayus.. hahah

Posting Komentar